-->

DIPERKOSA SEMBILAN PRIA SEJAK 2013 SAMPAI 2016, BAHKAN KINI HAMIL 17 MINGGU

Biadab dan tidak berprikemanusiaan. Itulah gambaran sembilan pelaku pemerkosaan terhadap SW.



Masa depan gadis asal Pekon Batupatah, Kecamatan Kelumbayan Barat, Tanggamus penyandang disabilitas, berupa tuna wicara dan tuna rungu itu, kini tercabik. Sudah sepatutnya, penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan lebih dari keluarga dan lingkungannya. Namun apa yang dialami SW justru kebalikannya. Sungguh miris, sejak 2013 silam sampai 2016, dia justru menjadi budak nafsu setan sembilan laki-laki bejat. Akibat dirudapaksa para tetangganya sendiri, kini di dalam rahim SW pun sudah hidup janin berusia 17 minggu. Dia pun kini, harus menjalani hari-harinya di bawah bayang-bayang trauma kisah kelam masa lalunya.
Laporan Albertus Yogy, KOTAAGUNG
Meski ’nasi sudah berubah menjadi bubur’, namun setidaknya mulai sekarang SW bisa bernapas lega. Lantaran sembilan laki-laki yang biasa menggagahinya, satu per satu sudah berhadapan dengan palu hukum. Itu setelah pihak keluarga mengetahui bahwa SW menjadi korban pemerkosaan dan melaporkannya ke Kepolisian Resor (Polres) Tanggamus. Berangkat dari laporan yang tertuang dalam LP/629/XII/2016/LPG/RES TGMS tanggal 19 Desember 2016 lalu, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) termasuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) polres setempat bergerak memburu para tersangka.


Tidak bersahabatnya medan topografi wilayah Kelumbayan dan faktir kondisi alam yang menghadang di depan mata, masuk-keluar hutan hingga naik-turun perbukitan, tak menyurutkan semangat dan dedikasi tim Satreskrim Polres Tanggamus. Upaya dan perjuangan keras para aparat penegak hukum yang harus menaklukkan terjalnya medan perburuan ketika mengejar para tersangka, akhirnya berbuah manis.
Kasatreskrim Polres Tanggamus AKP Hendra Saputra mengatakan, kesembilan tersangka kasus pemerkosaan tersebut terbagai dalam dua kelompok. Pertama adalah tersangka dewasa, yaitu Gunawan (22) dan Masruh alias Ruhi (21). Lalu sisanya, adalah para tersangka usia remaja yang masih di bawah umur. Mereka adalah EF (18), TH (16), AB (15), MGR (18), MCH (20), DS (19), dan IN (19). Sembilan tersangka adalah warga Kecamatan Kelumbayan Barat dan masih bertetangga dekat dengan korban.
”Korban ini dipaksa melayani nafsu biologis para tersangka, sejak tahun 2013 silam hingga 2016. Dan di penghujung tahun, aksi tak manusiawi tersebut terhenti, setelah keluarga korban mengetahuinya dan melaporkan ke kami. Para tersangka ini memang masih tetangga korban. Mereka ditangkap di tempat persembunyiannya masing-masing,” ujar kasatreskrim, mendampingi Kapolres Tanggamus Ajun Komisaris Besar Polisi Ahmad Mamora, kemarin (23/1).
Hendra menuturkan, SW mengaku dipaksa melayani nafsu syahwat para tersangka dan aksi bejat itu dilakukan di tujuh tempat berbeda. Tiga di antaranya dilakukan di rumah korban sendiri, yakni di kamar, ruang televisi, dan di sofa ruang tamu. Sementara sisanya, di rumah tersangka Gunawan, rumah tersangka MCH, lalu di sebuah gang di depan warung soto milik orangtua korban, di dalam warung soto, di kebun, bahkan juga di sebuah kandang kambing milik warga.

“Dalam pemeriksaan SW, kami berkoordinasi dengan ahli bahasa dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Tanggamus, karena korban ini tuna wicara dan tuna rungu. Saat ini korban mengalami trauma mendalam atas tragedi yang dialaminya. Bahkan sekarang korban dalam kondisi hamil dengan usia janin diperkirakan 17 minggu. Untuk mengatasi trauma korban, kami berkoordinasi dengan ahli psikologi dari Bandarlampung. Sementara untuk pemeriksaan tersangka, karena sebagian besar tersangka masih dalam katagori anak di bawah umur, maka kami koordinasi dengan BAPAS Bandarlampung,” terang Hendra.
Untuk pasal yang dikenakan, kasatreskrim melanjutkan, tersangka dewasa, dijerat Pasal 285 KUH Pidana atau Pasal 286 dan/atau Pasal 289 KUH Pidana jo Pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Sedangkan untuk tersangka anak di bawah umur, terancam dikenai Pasal 285 atau 286 dan atau 289 KUH Pidana dan Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak-anak, dengan ancaman maksimal 12 tahun dikurangi setengah ancaman dewasa.

Masih khusus untuk para tersangka di bawah umur, polisi juga berpedoman pada Pasal 20 yang mengatur tentang batasan anak di bawah umur (ABH), apabila tindak pidana dilakukan pada saat di bawah umur, kemudian dilakukan upaya paksa sudah melampaui batasan kategori anak di bawah umur, yakni lewat dari 18 tahun akan tetapi belum mancapai 21 tahun, maka tetap dikategorikan anak di bawah umur dan akan diajukan ke Sidang Pengadilan Anak.
“Rencana selanjutnya, kami akan melakukan tes DNA setelah bayi korban telah lahir. Hal itu untuk mengetahui secara pasti, siapakah ayah biologis dari si jabang bayi yang saat ini masih dikandung oleh korban,” tandas Hendra.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Banner iklan disini Klaim Voucher >> Klik Disini

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel