Sederet Kisah Perjuangan Susi Driver Grabbike yang Bawa Anak
Friday, December 8, 2017
Di balik ketegarannya, driver Grabbike yang membawa anaknya sambil bekerja, Susi Sugianti, pernah mengalami sederet kisah pilu. Dari bercerai, kehilangan uang untuk modal usaha, berjualan nasi uduk yang hanya laku satu bungkus, tak bisa narik penumpang karena faktor cuaca, serta beragam kisah lainnya.
Kepada kumparan (kumparan.com), Susi membagi kisah hidupnya. Perempuan berusia 30 tahun ini mengaku pernah menjadi karyawan di salah satu perusahan swasta di Jakarta saat masih hidup bersama suami.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Susi dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Setelah melahirkan anak perempuan yang bernama Zahra, dia berpikir untuk berwirausaha agar dapat selalu dekat dengan anaknya. Sebab saat bekerja di perusahaan swasta, dia tak bisa memantau perkembangan si buah hati karena sibuk bekerja.
Susi kemudian berwirausaha dengan berjualan nasi uduk di kawasan Tigaraksa, Tangerang. Merintis usaha memang tidak mudah. Saat awal berjualan, nasi uduk buatannya hanya laku satu bungkus dengan harga Rp 4 ribu. Namun Susi tak menyerah.
"Setelah itu saya berniat untuk ikhtiar ya, saya keliling. Dari nasi uduk itu saya keliling, pada saat itu turun hujan, ya basah semua nasinya," ucap Susi mengenang perjuangannya merintis usaha.
Namun karena kegigihannya, usaha Susi semakin maju dan penghasilannya terus bertambah. Kemudian dia memutuskan untuk merambah usaha catering dan pindah mengontrak bersama suami di Jalan Buaran Timur RW/RW 11/04 nomor 20, Desa Jelupang, Kecamatan Serpong Utara, Tangerang Selatan.
Setelah beberapa bulan pindah, prahara terjadi. Susi dan suaminya memutuskan untuk tidak berumah tangga lagi. Hal itu menurut Susi, karena terjadi ketidakcocokan.
"Akhirnya saya pindah ke Tangerang Selatan. Setelah beberapa bulan cekcok-cekcok, kagak cocok. Ya udah kita berniat berpisah," ujar Susi, kesal.
Saat ini Susi masih di Tangerang Selatan bersama Zahra, sedangkan mantan suaminya di Bogor bersama anak lelakinya.
Tak lama setelah itu, musibah kembali menimpa Susi. Dia kehilangan uang dan handphone di daerah Bintaro. Padahal uang itu merupakan modal untuk jualan pecel lele di pinggir jalan. Bukan kepalang sedih yang dirasakan Susi.
"Udah kumpulin uang ke mana-mana untuk membuka usaha pecel lele di pinggir jalan itu. Tapi uang untuk modal udah enggak ada, habis semuanya, dompet sama HP hilang pada saat itu," ujarnya.
Namun Susi masih tidak putus asa, walau dia sendiri. Dia berpikir untuk mencari rezeki tapi tetap bisa mengurusi anaknya. Ia lalu memutuskan meng-kredit HP yang akan lunas pada Januari 2018 nanti. Susi pun mendaftar sebagai driver Grabbike sejak 3 pekan lalu seraya menjalankan katering hingga sekarang.
"Ya udah saya putuskan menjadi driver Grab. Saya coba, saya bawa anak. Sebenarnya sih saya enggak mau bawa anak, panas ya kasian," tuturnya.
Susi mengaku awalnya sempat khawatir anaknya akan sakit jika dibawa narik penumpang. Sebab kondisi berkendara yang harus terpapar sinar matahari dan tertiup angin, cukup rawan bagi kesehatan balita. Apalagi beberapa waktu belakangan ini sering turun hujan.
Namun Susi tak memiliki pilihan lain. Dia tak mungkin menitipkan Zahra kepada keluarganya karena ibunya sudah cukup tua sedangkan adiknya juga sibuk bekerja.
"Tapi ya karena belum kelihatan penghasilannya, ini sekarang aja baru mulai Grabnya. Ini aja udah potong jaket sama helm baru dua kali. HP masih kredit. Ini juga pajak motor habis, kalau habis kita enggak bisa nge-Grab," beber Susi, yang juga masih mengirimi uang untuk anak lelakinya, meski sudah dirawat oleh mantan suaminya.
Susi juga masih harus membayar biaya kontrakan rumah seharga Rp 600 ribu per bulan. Dia yakin usahanya tak akan pernah sia-sia.
Susi berharap anak-anaknya dapat tumbuh sehat dan mampu menggapai cita-citanya. Dia bertekad untuk mendampingi pertumbuhan sang buah hati meski harus seorang diri.
Sumber; Line Today.com
Kepada kumparan (kumparan.com), Susi membagi kisah hidupnya. Perempuan berusia 30 tahun ini mengaku pernah menjadi karyawan di salah satu perusahan swasta di Jakarta saat masih hidup bersama suami.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Susi dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Setelah melahirkan anak perempuan yang bernama Zahra, dia berpikir untuk berwirausaha agar dapat selalu dekat dengan anaknya. Sebab saat bekerja di perusahaan swasta, dia tak bisa memantau perkembangan si buah hati karena sibuk bekerja.
Susi kemudian berwirausaha dengan berjualan nasi uduk di kawasan Tigaraksa, Tangerang. Merintis usaha memang tidak mudah. Saat awal berjualan, nasi uduk buatannya hanya laku satu bungkus dengan harga Rp 4 ribu. Namun Susi tak menyerah.
"Setelah itu saya berniat untuk ikhtiar ya, saya keliling. Dari nasi uduk itu saya keliling, pada saat itu turun hujan, ya basah semua nasinya," ucap Susi mengenang perjuangannya merintis usaha.
Namun karena kegigihannya, usaha Susi semakin maju dan penghasilannya terus bertambah. Kemudian dia memutuskan untuk merambah usaha catering dan pindah mengontrak bersama suami di Jalan Buaran Timur RW/RW 11/04 nomor 20, Desa Jelupang, Kecamatan Serpong Utara, Tangerang Selatan.
Setelah beberapa bulan pindah, prahara terjadi. Susi dan suaminya memutuskan untuk tidak berumah tangga lagi. Hal itu menurut Susi, karena terjadi ketidakcocokan.
"Akhirnya saya pindah ke Tangerang Selatan. Setelah beberapa bulan cekcok-cekcok, kagak cocok. Ya udah kita berniat berpisah," ujar Susi, kesal.
Saat ini Susi masih di Tangerang Selatan bersama Zahra, sedangkan mantan suaminya di Bogor bersama anak lelakinya.
Tak lama setelah itu, musibah kembali menimpa Susi. Dia kehilangan uang dan handphone di daerah Bintaro. Padahal uang itu merupakan modal untuk jualan pecel lele di pinggir jalan. Bukan kepalang sedih yang dirasakan Susi.
"Udah kumpulin uang ke mana-mana untuk membuka usaha pecel lele di pinggir jalan itu. Tapi uang untuk modal udah enggak ada, habis semuanya, dompet sama HP hilang pada saat itu," ujarnya.
Namun Susi masih tidak putus asa, walau dia sendiri. Dia berpikir untuk mencari rezeki tapi tetap bisa mengurusi anaknya. Ia lalu memutuskan meng-kredit HP yang akan lunas pada Januari 2018 nanti. Susi pun mendaftar sebagai driver Grabbike sejak 3 pekan lalu seraya menjalankan katering hingga sekarang.
"Ya udah saya putuskan menjadi driver Grab. Saya coba, saya bawa anak. Sebenarnya sih saya enggak mau bawa anak, panas ya kasian," tuturnya.
Susi mengaku awalnya sempat khawatir anaknya akan sakit jika dibawa narik penumpang. Sebab kondisi berkendara yang harus terpapar sinar matahari dan tertiup angin, cukup rawan bagi kesehatan balita. Apalagi beberapa waktu belakangan ini sering turun hujan.
Namun Susi tak memiliki pilihan lain. Dia tak mungkin menitipkan Zahra kepada keluarganya karena ibunya sudah cukup tua sedangkan adiknya juga sibuk bekerja.
"Tapi ya karena belum kelihatan penghasilannya, ini sekarang aja baru mulai Grabnya. Ini aja udah potong jaket sama helm baru dua kali. HP masih kredit. Ini juga pajak motor habis, kalau habis kita enggak bisa nge-Grab," beber Susi, yang juga masih mengirimi uang untuk anak lelakinya, meski sudah dirawat oleh mantan suaminya.
Susi juga masih harus membayar biaya kontrakan rumah seharga Rp 600 ribu per bulan. Dia yakin usahanya tak akan pernah sia-sia.
Susi berharap anak-anaknya dapat tumbuh sehat dan mampu menggapai cita-citanya. Dia bertekad untuk mendampingi pertumbuhan sang buah hati meski harus seorang diri.
Sumber; Line Today.com