Anak Menasehati Ibu, Malah Bertengkar. Dosakah Si Anak?
Monday, August 14, 2017
“Orang paling baik perkataannya adalah orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan serta berkata, ‘Sungguh, aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (Q.S. Fuşşilat [41]: 33)

Ini prinsip yang bisa kita pegang ketika akan mengajarkan kebaikan. Kasusnya, Anda mengajak kebaikan kepada Ibu, tetapi Ibu Anda malah tidak mau terima, sehingga terjadi adu mulut bahkan menjadi bertengkar.

Ini prinsip yang bisa kita pegang ketika akan mengajarkan kebaikan. Kasusnya, Anda mengajak kebaikan kepada Ibu, tetapi Ibu Anda malah tidak mau terima, sehingga terjadi adu mulut bahkan menjadi bertengkar.
Mari kita baca petunjuk Allah. Orang yang paling baik perkataannya adalah yang mengajak ke jalan Allah tetapi bukan hanya pandai mengajak dia pun beramal saleh. Bukan hanya pandai bicara, tetapi juga pandai beramal. Selanjutnya, dia berkata aku ini orang yang berserah diri. Ini berkaitan dengan akhlak. Orang melihat akhlak kita lalu sangat mungkin kita mengajak pada kebaikan, memberikan contoh teladan.
Orang bisa tidak suka dengan kita, bahkan bisa saja membalasnya dengan keburukan saat kita mengajaknya menuju kebaikan. Ini persis Ibu Anda yang malah menjadi marah dan memusuhi.
“Kebaikan tidak sama dengan kejahatan. Tidaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang memusuhimu akan seperti teman setia.” (Q.S. Fuşşilat [41]: 34)
Allah berfirman, kebaikan itu tidak sama dengan keburukan. Tolaklah keburukan itu dengan kebaikan. Anda mengajak ibunda menuju kebaikan tetapi ibu malah memusuhi Anda. Maka, tugas kita sebagai manusia tolaklah atau balaslah keburukan itu dengan yang lebih baik. Apabila kamu membalas keburukan dengan kebaikan, mudah-mudahan orang yang tadinya membencimu, orang yang tadinya menganggap permusuhuhan kepadamu, dia berubah menjadi sahabat yang dekat.
“Sifat-sifat yang baik tidak akan dianugerahkan, kecuali kepada oang-orang sabar dan orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Q.S. Fuşşilat [41]: 35)
Namun, hal tersebut tidak mudah. Ayat ini menjelaskan bahwa sifat-sifat baik itu tidak akan dianugrahkan kecuali kepada orang-orang yang memiliki sifat sabar dan orang-orang mempunyai keberuntungan yang besar.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita. Apabila orangtua kita melaknat padahal kita bersikap benar, jangan takut karena sebenarnya Allah tidak akan menimpakan laknat kepada orang- orang yang benar, sekalipun kita dilaknat. Misalnya, mengajak orangtuanya untuk salat, kata orangtuanya, “Durhaka kamu ya menghina sama orangtua, ngajak-ngajak salat. Durhaka kamu ya bikin mamah sakit hati.”
Orang bisa tidak suka dengan kita, bahkan bisa saja membalasnya dengan keburukan saat kita mengajaknya menuju kebaikan. Ini persis Ibu Anda yang malah menjadi marah dan memusuhi.
“Kebaikan tidak sama dengan kejahatan. Tidaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang memusuhimu akan seperti teman setia.” (Q.S. Fuşşilat [41]: 34)
“Sifat-sifat yang baik tidak akan dianugerahkan, kecuali kepada oang-orang sabar dan orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Q.S. Fuşşilat [41]: 35)
Namun, hal tersebut tidak mudah. Ayat ini menjelaskan bahwa sifat-sifat baik itu tidak akan dianugrahkan kecuali kepada orang-orang yang memiliki sifat sabar dan orang-orang mempunyai keberuntungan yang besar.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita. Apabila orangtua kita melaknat padahal kita bersikap benar, jangan takut karena sebenarnya Allah tidak akan menimpakan laknat kepada orang- orang yang benar, sekalipun kita dilaknat. Misalnya, mengajak orangtuanya untuk salat, kata orangtuanya, “Durhaka kamu ya menghina sama orangtua, ngajak-ngajak salat. Durhaka kamu ya bikin mamah sakit hati.”
Itu tidak usah dikhawatirkan, karena laknat seperti itu tidak akan terjadi. Laknat itu terjadi jika kita berperilaku yang salah. Jika kita benar, tidak akan terjadi. Laknat itu turun kepada orang-orang yang melakukan kedurhakan. Seseorang yang dilaknat oleh orangtuanya padahal anak sudah bersikap benar dan tujuannya baik maka laknat orangtua itu tidak akan pernah terjadi.
Laknat itu tidak akan diberikan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan. Bukan hanya mengajak, tetapi juga orang-orang yang beramal saleh. Jadi, apa yang diucapkannya sejalan dengan perilakunya. Dengan mengatakan,“aku ini orang yang berserah diri,” maksudnya orang yang berakhlak mulia, orang melihat kata-katanya santun, perilakunya indah, tetapi sangat mungkin kita menghadapi orang yang buruk kepada kita. Jika antaramu dan dia ada permusuhan yang menjadikan ketidakenakan, semoga dengan kamu membalas keburukan dengan kebaikan maka akan menjadi sahabat karib. Tapi sifat-sifat itu tidak diberikan selain kepada orang-orang yang bersabar.
“Serulah manusia pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya, Tuhanmu, Allah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Allah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. Jika kamu membalas, balasan dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya hal itu lebih baik bagi orang yang sabar. Bersabarlah, Muhammad. Kesabaranmu itu semata-mata karena petolongan Allah. Jangan kamu bersedih karena kekafiran mereka dan bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. Sungguh, Allah beserta orang-orang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. An-Naḥl [16]: 125-128)
Ayat tersebut berisi pengarahan dari Allah Swt. untuk mengetahui cara mengajak orang dalam kebaikan sekalipun orang itu jadi memusuhi kita, menistai kita. Ajak ke jalan tuhanmu dengan kata-kata yang santun dan baik. Berdebatlah dengan cara yang lebih santun lagi, sesungguhnya tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya.
Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang mendapatkan hidayah. Menurut ayat ini kita harus menyeru kepada jalan kebaikan dengan hikmah, dengan ilmu, dengan pengajaran yang baik dan dengan perdebatan yang santun.
Lalu di ayat 127, sangat mungkin ketika kita menyampaikan kebaikan, mengajak pada kebenaran, orang menghinakan kita, menistakan kita. Sabarlah, kesabaranmu itu karena semata-mata untuk mendapatkan pertolongan Allah.
Jika seseorang yang kita ajak pada kebaikan malah bersikap buruk maka bersabarlah. Kamu jangan bersedih karena penolakan mereka dan kamu jangan bersempit hati (dada) terhadap tipu daya atau kebodohan mereka. Kamu tidak perlu bersedih dengan kekufuran (penolakan) tersebut. Sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang takwa. Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.
Laknat itu tidak akan diberikan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan. Bukan hanya mengajak, tetapi juga orang-orang yang beramal saleh. Jadi, apa yang diucapkannya sejalan dengan perilakunya. Dengan mengatakan,“aku ini orang yang berserah diri,” maksudnya orang yang berakhlak mulia, orang melihat kata-katanya santun, perilakunya indah, tetapi sangat mungkin kita menghadapi orang yang buruk kepada kita. Jika antaramu dan dia ada permusuhan yang menjadikan ketidakenakan, semoga dengan kamu membalas keburukan dengan kebaikan maka akan menjadi sahabat karib. Tapi sifat-sifat itu tidak diberikan selain kepada orang-orang yang bersabar.
“Serulah manusia pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya, Tuhanmu, Allah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Allah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. Jika kamu membalas, balasan dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya hal itu lebih baik bagi orang yang sabar. Bersabarlah, Muhammad. Kesabaranmu itu semata-mata karena petolongan Allah. Jangan kamu bersedih karena kekafiran mereka dan bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. Sungguh, Allah beserta orang-orang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. An-Naḥl [16]: 125-128)
Ayat tersebut berisi pengarahan dari Allah Swt. untuk mengetahui cara mengajak orang dalam kebaikan sekalipun orang itu jadi memusuhi kita, menistai kita. Ajak ke jalan tuhanmu dengan kata-kata yang santun dan baik. Berdebatlah dengan cara yang lebih santun lagi, sesungguhnya tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya.
Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang mendapatkan hidayah. Menurut ayat ini kita harus menyeru kepada jalan kebaikan dengan hikmah, dengan ilmu, dengan pengajaran yang baik dan dengan perdebatan yang santun.
Lalu di ayat 127, sangat mungkin ketika kita menyampaikan kebaikan, mengajak pada kebenaran, orang menghinakan kita, menistakan kita. Sabarlah, kesabaranmu itu karena semata-mata untuk mendapatkan pertolongan Allah.
Jika seseorang yang kita ajak pada kebaikan malah bersikap buruk maka bersabarlah. Kamu jangan bersedih karena penolakan mereka dan kamu jangan bersempit hati (dada) terhadap tipu daya atau kebodohan mereka. Kamu tidak perlu bersedih dengan kekufuran (penolakan) tersebut. Sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang takwa. Allah beserta orang-orang yang berbuat kebajikan.