Foto Derita Karim, Bayi asal Suriah, Bangun Solidaritas Dunia
Thursday, December 21, 2017
-Karim baru berusia 2 bulan, namun sepanjang usianya itu penderitaan hidup bertubi-tubi menimpanya akibat perang yang terus berkecamuk di tanah kelahirannya di Ghouta Timur, Damaskus, Suriah.
Ketika lahir, bayi merah Karim disambut dengan suara senjata dan bunyi gemuruh bom akibat pertempuran antara pasukan pemerintah Suriah melawan pemberontak.
Dan satu serangan di satu pasar mengubah drastis hidupnya. Saat serangan terjadi Karim baru berusia satu bulan. Ibunya tewas dalam serangan di pasar pada November lalu. Karim pun melanjutkan hidup tanpa ibu yang melahirkannya.
Karim yang bersama ibunya saat serangan terjadi, selamat. Namun ia kehilangan sebelah matanya. Luka di sekujur kepalanya mulai mengering dan meninggalkan jejak kekejaman perang.
Penderitaan luar biasa yang dialami Karim mendapat perhatian dunia. Foto Karim yang mengenaskan beredar luas.
Ribuan orang menunjukkan dukungan terhadap Karim setelah beberapa anggota Syrian White Helmets dan anak-anak yang hidup di pemukiman yang terkepung perang mengunggah foto-foto Karim.
Foto-foto penderitaan Karim disebarkan untuk membangun solidaritas dengan disematkan tagar #SolidarityWithKarim.
Pesan-pesan dalam bahasa Arab, Inggris, dan Turki bermunculan di Twitter dengan tagar #BabyKarim I see you" dan #EasternGhouta siege must end".
Seorang bocah perempuan, menggendong seorang bayi usai tempat tinggalnya hancur berantakan akibat terkena serangan udara pesawat-pesawat jet milik Rusia, di Douma, Ghouta, Damaskus, Suriah, 10 Januari 2016. Aksi serangan pesawat jet Rusia ke Suriah guna menghancurkan kelompok ISIS. REUTERS
Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft juga menggalang solidaritas untuk Karim dan anak-anak serta penduduk Ghouta Timur. Ia mengunggah dukungannya di Twitter dengan fotonya menampilkan dirinya duduk dan satu tangannya menutup mata sebelah kiri.
"Kita harus menyaksikan akhir bombardir dan pengepungan atas #EasternGhouta.#SolidarityWithKarim," kata Rycroft di akun Twitternya.
Abu Muhammed, ayah si mungil Karim menuturkan, hidup dalam pengepungan merupakan mimpi buruk. Ia kesulitan mendapatkan pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan lima anaknya. Bersamaan itu, Karim butuh perawatan medis yang berlanjut.
"Karim butuh perawatan yang berlanjut. Dia kehilangan satu matanya. Tengkorak kepalanya retak. Situasi buruk ini terjadi di Ghouta Timur," kata Abu Muhammed seperti dikutip dari Middle East Eye.Net, 20 Desember 2017.
Ghouta Timur merupakan daerah basis kekuatan pemberontak yang tersisa di Suriah. Pesawat tempur Rusia dan Suriah selama berbulan-bulan membombardir Ghouta Timur.
Sejak dikepung pada tahun 2013, kawasan ini mengalami situasi buruk dengan kekurangan pasokan makanan, bahan bakar hingga pengobatan.
Palang Merah Internasional mengatakan situasi di Ghouta Timur telah mencapai titik kritis sementara bantuan kemanusiaan tak dapat dilanjutkan karena berbagai larangan.
"Rakyat jelata sekali lagi terjebak dalam situasi di mana hidup menjadi tidak mungkin," kata Direktur Palang Merah untuk Timur Tengah, Robert Mandini.
UNICEF melalui surveinya November lalu menyebutkan, 12 persen anak-anak di bawah lima tahun yang tinggal di di Ghouta Timur, Suriah yang dikepung perang kini menderita kekurangan gizi parah. "Level kekurangan gizi di kawasan yang terkepung ini merupakan rekor tertinggi di negara ini sejak perang dimulai enam tahun lalu," ujar UNICEF dalam pernyataannya.
sumber; line today.com
Ketika lahir, bayi merah Karim disambut dengan suara senjata dan bunyi gemuruh bom akibat pertempuran antara pasukan pemerintah Suriah melawan pemberontak.
Dan satu serangan di satu pasar mengubah drastis hidupnya. Saat serangan terjadi Karim baru berusia satu bulan. Ibunya tewas dalam serangan di pasar pada November lalu. Karim pun melanjutkan hidup tanpa ibu yang melahirkannya.
Karim yang bersama ibunya saat serangan terjadi, selamat. Namun ia kehilangan sebelah matanya. Luka di sekujur kepalanya mulai mengering dan meninggalkan jejak kekejaman perang.
Penderitaan luar biasa yang dialami Karim mendapat perhatian dunia. Foto Karim yang mengenaskan beredar luas.
Ribuan orang menunjukkan dukungan terhadap Karim setelah beberapa anggota Syrian White Helmets dan anak-anak yang hidup di pemukiman yang terkepung perang mengunggah foto-foto Karim.
Foto-foto penderitaan Karim disebarkan untuk membangun solidaritas dengan disematkan tagar #SolidarityWithKarim.
Pesan-pesan dalam bahasa Arab, Inggris, dan Turki bermunculan di Twitter dengan tagar #BabyKarim I see you" dan #EasternGhouta siege must end".
Seorang bocah perempuan, menggendong seorang bayi usai tempat tinggalnya hancur berantakan akibat terkena serangan udara pesawat-pesawat jet milik Rusia, di Douma, Ghouta, Damaskus, Suriah, 10 Januari 2016. Aksi serangan pesawat jet Rusia ke Suriah guna menghancurkan kelompok ISIS. REUTERS
Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft juga menggalang solidaritas untuk Karim dan anak-anak serta penduduk Ghouta Timur. Ia mengunggah dukungannya di Twitter dengan fotonya menampilkan dirinya duduk dan satu tangannya menutup mata sebelah kiri.
"Kita harus menyaksikan akhir bombardir dan pengepungan atas #EasternGhouta.#SolidarityWithKarim," kata Rycroft di akun Twitternya.
Abu Muhammed, ayah si mungil Karim menuturkan, hidup dalam pengepungan merupakan mimpi buruk. Ia kesulitan mendapatkan pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan lima anaknya. Bersamaan itu, Karim butuh perawatan medis yang berlanjut.
"Karim butuh perawatan yang berlanjut. Dia kehilangan satu matanya. Tengkorak kepalanya retak. Situasi buruk ini terjadi di Ghouta Timur," kata Abu Muhammed seperti dikutip dari Middle East Eye.Net, 20 Desember 2017.
Ghouta Timur merupakan daerah basis kekuatan pemberontak yang tersisa di Suriah. Pesawat tempur Rusia dan Suriah selama berbulan-bulan membombardir Ghouta Timur.
Sejak dikepung pada tahun 2013, kawasan ini mengalami situasi buruk dengan kekurangan pasokan makanan, bahan bakar hingga pengobatan.
Palang Merah Internasional mengatakan situasi di Ghouta Timur telah mencapai titik kritis sementara bantuan kemanusiaan tak dapat dilanjutkan karena berbagai larangan.
"Rakyat jelata sekali lagi terjebak dalam situasi di mana hidup menjadi tidak mungkin," kata Direktur Palang Merah untuk Timur Tengah, Robert Mandini.
UNICEF melalui surveinya November lalu menyebutkan, 12 persen anak-anak di bawah lima tahun yang tinggal di di Ghouta Timur, Suriah yang dikepung perang kini menderita kekurangan gizi parah. "Level kekurangan gizi di kawasan yang terkepung ini merupakan rekor tertinggi di negara ini sejak perang dimulai enam tahun lalu," ujar UNICEF dalam pernyataannya.
sumber; line today.com