Sejoli Sedarah yang Gantung Diri, Dikuburkan Tanpa Ibadah Pemakaman, Ini Penjelasannya
Wednesday, December 6, 2017
Peristiwa gantung diri menghebohkan warga Desa Koreng, Kabupaten Minahasa Selatan, Selasa (5/12/2017).
Betapa tidak, gantung diri dilakukan dua remaja secara bersamaan di lokasi yang sama. Keduanya pun masih satu marga yakni Rino (20) dan Meifa (15).
Kedua remaja ini dikabarkan menjalin cinta namun dilarang orangtua karena ikatan darah.
Namun jenazah kedua korban langsung dikuburkan tanpa ibadah pemakaman dan tanpa sambutan pemerintah desa.
Hukum Tua Desa Koreng, Joseph Rumengan, saat ditemui Tribun Manado di rumahnya mengatakan sesuai tradisi desanya, apabila ada warga gantung diri atau bunuh diri , selama jenazah belum dimakamkan tidak boleh digelar ibadah.
"Kalaupun keluarga ingin memanggil pendeta untuk ibadah, kedua jenazah harus dimakamkan dulu sesuai budaya desa. Jika mau dilakukan ibadah pemakaman, apa yang pendeta ingin khotbahkan begitu juga dengan pemerintah desa apa yang ingin disampaikan," ungkapnya
Katanya, sesuai tradisinya kematian yang disebabkan bunuh diri atau gantung diri, pemerintah tak bisa menggerakkan masyarakat atau mengimbau masyarakat. Pemerintah hanya mengawal sampai pemakaman sesuai permintaan keluarga.
Sehingga jenazah Rino (20) dan Meifa (15) langsung dimakamkan usai diperiksa oleh polisi dan dokter. Kedua sejoli ini pun dimakamkan dalam satu peti yang dibuat sendiri oleh keluarga.
Kendati dikuburkan di pemakaman umum, kuburan mereka terpisah atau tersendiri dari makam warga lainya.
Selama Hukum Tua Joseph Rumengan memimpin Desa Koreng tak ada kejadian seperti ini.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Koreng, Suharto Wuisan, berkata bahkan orang paling tua di Desa Koreng yang berusia 90 tahun menyampaikan selama ia hidup tak ada kejadian gantung diri apalagi secara bersama-sama.
"Sejak dulu tak ada kejadian gantung diri," tutur Suharto.
Katanya, Rino dikenal oleh masyarakat desa sebagai remaja yang baik dan tak ada catatan kriminal. "Tak pernah mabuk apalagi mengisap rokok," tambahnya.
Bahkan kedua pasangan tersebut masih pergi ke pasar bersama sehari sebelum kejadian.
"Kami tak melihat tingkah laku keduanya akan melakukan gantung diri," imbuhnya.
Malam sebelum kejadian, Meifa sempat diminta kakeknya agar cepat tidur karena besok (Selasa) harus sekolah. Namun saat dibagunkan pada paginya, sang kakek yang hendak membangunkan tak dibukakan pintu. "Dia pikir Meifa sudah berangkat pergi sekolah," ungkapnya
"Keputusan bunuh diri yang mereka ambil tidaklah gampang," katanya.
Katanya, peristiwa tersebut biasanya terjadi di kota-kota besar, namun sampai ke desa mulai terjadi.Sehingga perlu ada koreksi juga di manajemen sekolah-sekolah agar melihat anak-anak yang suka menyendiri di sekolah untuk diajak bicara.
Dia mengimbau kepala sekolah dan guru-guru agar mampu melihat para siswa-siswi di sekolah apalagi yang suka menyendiri atau banyak diam.
"Selain peran guru, pihak orang tua sebagai penanggung jawab wajib memperhatikan tingkah laku anak jangan sampai terjadi hal-hal negatif yang membuat anak depresi sampai ingin melakukan tindakan bunuh diri," tandas Raco.
Sumber; Tribunneews.com
Betapa tidak, gantung diri dilakukan dua remaja secara bersamaan di lokasi yang sama. Keduanya pun masih satu marga yakni Rino (20) dan Meifa (15).
Kedua remaja ini dikabarkan menjalin cinta namun dilarang orangtua karena ikatan darah.
Namun jenazah kedua korban langsung dikuburkan tanpa ibadah pemakaman dan tanpa sambutan pemerintah desa.
Hukum Tua Desa Koreng, Joseph Rumengan, saat ditemui Tribun Manado di rumahnya mengatakan sesuai tradisi desanya, apabila ada warga gantung diri atau bunuh diri , selama jenazah belum dimakamkan tidak boleh digelar ibadah.
"Kalaupun keluarga ingin memanggil pendeta untuk ibadah, kedua jenazah harus dimakamkan dulu sesuai budaya desa. Jika mau dilakukan ibadah pemakaman, apa yang pendeta ingin khotbahkan begitu juga dengan pemerintah desa apa yang ingin disampaikan," ungkapnya
Katanya, sesuai tradisinya kematian yang disebabkan bunuh diri atau gantung diri, pemerintah tak bisa menggerakkan masyarakat atau mengimbau masyarakat. Pemerintah hanya mengawal sampai pemakaman sesuai permintaan keluarga.
Sehingga jenazah Rino (20) dan Meifa (15) langsung dimakamkan usai diperiksa oleh polisi dan dokter. Kedua sejoli ini pun dimakamkan dalam satu peti yang dibuat sendiri oleh keluarga.
Kendati dikuburkan di pemakaman umum, kuburan mereka terpisah atau tersendiri dari makam warga lainya.
Selama Hukum Tua Joseph Rumengan memimpin Desa Koreng tak ada kejadian seperti ini.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Koreng, Suharto Wuisan, berkata bahkan orang paling tua di Desa Koreng yang berusia 90 tahun menyampaikan selama ia hidup tak ada kejadian gantung diri apalagi secara bersama-sama.
"Sejak dulu tak ada kejadian gantung diri," tutur Suharto.
Katanya, Rino dikenal oleh masyarakat desa sebagai remaja yang baik dan tak ada catatan kriminal. "Tak pernah mabuk apalagi mengisap rokok," tambahnya.
Bahkan kedua pasangan tersebut masih pergi ke pasar bersama sehari sebelum kejadian.
"Kami tak melihat tingkah laku keduanya akan melakukan gantung diri," imbuhnya.
Malam sebelum kejadian, Meifa sempat diminta kakeknya agar cepat tidur karena besok (Selasa) harus sekolah. Namun saat dibagunkan pada paginya, sang kakek yang hendak membangunkan tak dibukakan pintu. "Dia pikir Meifa sudah berangkat pergi sekolah," ungkapnya
"Keputusan bunuh diri yang mereka ambil tidaklah gampang," katanya.
Katanya, peristiwa tersebut biasanya terjadi di kota-kota besar, namun sampai ke desa mulai terjadi.Sehingga perlu ada koreksi juga di manajemen sekolah-sekolah agar melihat anak-anak yang suka menyendiri di sekolah untuk diajak bicara.
Dia mengimbau kepala sekolah dan guru-guru agar mampu melihat para siswa-siswi di sekolah apalagi yang suka menyendiri atau banyak diam.
"Selain peran guru, pihak orang tua sebagai penanggung jawab wajib memperhatikan tingkah laku anak jangan sampai terjadi hal-hal negatif yang membuat anak depresi sampai ingin melakukan tindakan bunuh diri," tandas Raco.
Sumber; Tribunneews.com