Militer Myanmar Bumi Hanguskan Rumah Warga Muslim Rohingya
Monday, November 21, 2016
Warga muslim Rohingya kembali lagi mendapatkan prilaku dari yang tidak menyenangkan sehingga mereka tidak dapat tidur tenang. Tiap hela nafas yang mereka hembuskan, kebengisan militer Myanmar yang terus melakukan serangan mengintai nyawa mereka.
Hanya dalam dua hari bentrok antara muslim Rohinya dan militer Myanmar, puluhan warga tewas akibat serangan udara dari helikopter tempur militer. Serangan ini, tentu bukan hal mudah untuk dihindari, terlebih oleh warga sipil yang sama sekali tak memiliki perlengkapan perang. Sebuah citra satelit pada tanggal 10-18 November 2016 dari lembaga Pengamat Hak Asasi Manusia (HRW) menunjukkan lebih dari 1.250 rumah penduduk Rohingya yang terdapat di lima desa telah hangus terbakar dan rata dengan tanah. Kekejaman militer Myanmar tak berhenti disitu, mereka yang dengan kejamnya membakar rumah warga, juga membunuh, memperkosa, dan menjarah barang-barang para penduduk.

Bahkan, menurut Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), akibat kekerasan yang terus dilakukan tentara Myanmar, lebih dari 30.000 penduduk Rohingya terpaksa mengungsi. Sayangnya, pemerintah Myanmar tidak memberikan izin bagi pengamat internasional untuk menyelidiki. Tak berhenti disitu, Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian sekaligus pemimpin pemerintahan Myanmar juga mengatakan bahwa kabar menyesatkan ini adalah sesuatu yang dibuat-buat oleh teroris. Ketidakadilan yang dirasakan warga Muslim Rohingya juga terus terjadi dengan adanya penolakan untuk kabur ke Bangladesh. Penduduk Rohingya, telah berulang kali mencoba kabur ke negara tetangga, namun terdapat pasukan keamanan khusus yang tersebar di sepanjang perbatasan dan dimaksudkan untuk menghentikan para pengungsi. Selama bertugas menjaga perbatasan, sedikitnya 70 orang tewas di tangan pasukan keamanan, serta lebih dari 400 orang ditangkap sejak masa pengepungan enam minggu lalu. Tak hanya aktivis yang menyatakan bahwa jumlah tersebut bisa terus bertambah. Para jurnalis yang meliput dan menggali informasi di lapangan pun sering dihalangi oleh aparat, padahal bukti kerusakan di Rohingya terus meningkat.