Media Australia Ungkap Alasan Warga Miskin Menolak Pilih Ahok
Monday, February 6, 2017
Media Australia Sydney Morning Herald membuat laporan yang menyatakan alasan kenapa warga miskin di Jakarta menolak Ahok sebagai gubernur mereka.

Laporan terbut diturunkan dengan judul “the real reason many poor Jakartans are Opposing in the gubernatorial election“.
Pada artikel tersebut Herald menceritakan bagaimana kisah Dharma Diani yang hidup sebagai nelayan miskin di Jakarta Utara. Herald menuliskan jika kampung tersebut nampak selayaknya daerah zona perang. Entah bagaimana orang-orang masih tetap tinggal di tengah tumpukan puing-puing, hanya berlindung di dalam tenda tambal sulam yang dirakit dari papan dan spanduk iklan bekas.
Kampung tempat Dharma tinggal bernama Kampung Aquarium, sebuah daerah yang menjadi salah satu target kampanye calon gubernur nomer urut 2, Ahok. Berdasarkan laporan tersebut, penggusuran warga dilakukan dengan dalih mengatasi masalah endemik Ibu Kota, seperti kemacetan, banjir dan menyediakan ruang hijau.
Warga kampung dikirimi surat teguran 11 hari sebelum alat-alat berat menyapu bersih rumah-rumah mereka.
“Kami tidak pernah diberitahu mengapa (digusur), tapi Ahok di media mengatakan ia ingin mengubah daerah ini menjadi daerah tujuan wisata religi karena ada masjid tua di dekatnya. Ahok terus mengatakan ia ingin merevitalisasi daerah ini, tapi tidak ada yang terjadi sejak penggusuran itu,” kata Dharma

Laporan terbut diturunkan dengan judul “the real reason many poor Jakartans are Opposing in the gubernatorial election“.
Baca Juga
Pada artikel tersebut Herald menceritakan bagaimana kisah Dharma Diani yang hidup sebagai nelayan miskin di Jakarta Utara. Herald menuliskan jika kampung tersebut nampak selayaknya daerah zona perang. Entah bagaimana orang-orang masih tetap tinggal di tengah tumpukan puing-puing, hanya berlindung di dalam tenda tambal sulam yang dirakit dari papan dan spanduk iklan bekas.
Kampung tempat Dharma tinggal bernama Kampung Aquarium, sebuah daerah yang menjadi salah satu target kampanye calon gubernur nomer urut 2, Ahok. Berdasarkan laporan tersebut, penggusuran warga dilakukan dengan dalih mengatasi masalah endemik Ibu Kota, seperti kemacetan, banjir dan menyediakan ruang hijau.
Warga kampung dikirimi surat teguran 11 hari sebelum alat-alat berat menyapu bersih rumah-rumah mereka.
“Kami tidak pernah diberitahu mengapa (digusur), tapi Ahok di media mengatakan ia ingin mengubah daerah ini menjadi daerah tujuan wisata religi karena ada masjid tua di dekatnya. Ahok terus mengatakan ia ingin merevitalisasi daerah ini, tapi tidak ada yang terjadi sejak penggusuran itu,” kata Dharma
Saat ini Dharma memenuhi kebutuhan ekonominya dengan usaha menjual tahung gas. Ia bersama 70 keluarga lainya adalah kelompok yang berjuang melawan penggusuran tersebut. Meski rumah mereka telah rata dengan tanah dan hanya berhasil menyelamatkan sedikit barang mereka saat buldoser merobohkan rumahnya, kini mereka tetap bertahan dengan mendirikan gubuk darurat.
“Gubuk ini mengalami kebocoran tentu saja dan jika angin terlalu kuat, atap terbang,” katanya.
Ia berdalih tak mau pindah ke rumah murah yang disediakan pemerintah lantaran jaraknya yang jauh dari tempat tinggal mereka. Menurut Dharma, jarak rusun tersebut dengan tempat kerjanya sekitar 25 kilometer
“Beberapa dari kami adalah nelayan dan bekerja di pasar ikan. Jika dia memindahkan kami ke suatu tempat sejauh empat jam perjalanan di lalu lintas yang padat, bagaimana kami bisa bekerja? Bagaimana bisa kami bisa membayar?” ujar Dharma.
Ia lantas menceritakan bagaimana Ahok menolak bertemu dengan mereka.
“Ahok melabeli kami sebagai penghuni liar dan ilegal. Ia mengatakan kami hanya bisa menduduki lahan kosong dan menyebarkan penyakit TBC. Kami mencoba untuk bertemu dengannya, tapi dia tidak mau menerima kami. Dia keterlaluan. Dia kejam. Bagi kami, seorang pemimpin seharusnya tidak seperti itu,” kata dia dengan mata yang berkaca-kaca.
Ironisnya, Dharma dan juga warga kampung Aquarium adalah pendukung dan pemilih Ahok pada pemilihan gubernur sebelumnya. Ketika itu Ahok sebagai wakil dari Joko Widodo (Jokowi).
Dharma mengisahkan bagaimana dulu Jokowi mengunjungi kampunya sebanyak tiga kali semasa kampanye. Dharma mengatakan, Jokowi sempat membuat kontrak politik untuk mengakhiri penggusuran dan memberikan sertifikat tanah kepada orang-orang yang tinggal di kampung itu selama lebih dari 20 tahun.
“95 persen dari orang-orang dari kampung ini telah mendukung mereka. Tidak masalah bagi kami jika Ahok adalah Kristen dan Cina. Kami tidak pernah peduli tentang ras dan agama. Sekarang kami mendapatkan masalah ini karena Ahok sendiri. Dia adalah pengacau,” kata Dharma.
Ketika ditanya apakah ia dan warga kampungnya akan memilih Ahok di pilkada mendatang, Dharma menggeleng.
“Nol persen. Menurut akal sehat, dia membuat orang miskin menjadi lebih miskin. Hal ini telah membuat banyak orang menjadi lebih politis, termasuk saya,” katanya.
Ian Wilson, peneliti dari Murdoch University Research mengunjungi kampung Aqualirum pasca-penggusuran. Ia menyaksikan bagaiaman masyarakat kampung tersebut terguncang melihat tempat tinggalnya rata dengan tanah. Bahkan ada salah seorang warga yang kaget saat kembali dari Kalimantan untuk bekerja melihat rumahnya sudah hancur lebur.
“Ketika saya pertama kali ke sana, orang-orang terlihat memiliki tanda terkena gangguan trauma dan kerusakan psikologis yang nyata atas apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mereka. Kampung ini sepenuhnya mendukung Jokowi dan Ahok. Masalahnya bukan karena mereka rasis karena Ahok adalah Cina. Isu itu terjadi sebagai dampak dari kebijakan Ahok sendiri,” ujar Wilson
Dilansir dari republika.co.id, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memprediksi ada lebih dari 16 ribu keluarga telah kehilangan tempat tinggal dan mengungsi dalam dua tahun terkahir. Hafid Abbas dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, penggusuran paksa telah melanggar hak asasi manusia.
“Orang miskin kemungkinan tidak memiliki ruang untuk hidup dengan aman di Jakarta,” kata Hafid.
“Gubuk ini mengalami kebocoran tentu saja dan jika angin terlalu kuat, atap terbang,” katanya.
Ia berdalih tak mau pindah ke rumah murah yang disediakan pemerintah lantaran jaraknya yang jauh dari tempat tinggal mereka. Menurut Dharma, jarak rusun tersebut dengan tempat kerjanya sekitar 25 kilometer
“Beberapa dari kami adalah nelayan dan bekerja di pasar ikan. Jika dia memindahkan kami ke suatu tempat sejauh empat jam perjalanan di lalu lintas yang padat, bagaimana kami bisa bekerja? Bagaimana bisa kami bisa membayar?” ujar Dharma.
Ia lantas menceritakan bagaimana Ahok menolak bertemu dengan mereka.
“Ahok melabeli kami sebagai penghuni liar dan ilegal. Ia mengatakan kami hanya bisa menduduki lahan kosong dan menyebarkan penyakit TBC. Kami mencoba untuk bertemu dengannya, tapi dia tidak mau menerima kami. Dia keterlaluan. Dia kejam. Bagi kami, seorang pemimpin seharusnya tidak seperti itu,” kata dia dengan mata yang berkaca-kaca.
Ironisnya, Dharma dan juga warga kampung Aquarium adalah pendukung dan pemilih Ahok pada pemilihan gubernur sebelumnya. Ketika itu Ahok sebagai wakil dari Joko Widodo (Jokowi).
Dharma mengisahkan bagaimana dulu Jokowi mengunjungi kampunya sebanyak tiga kali semasa kampanye. Dharma mengatakan, Jokowi sempat membuat kontrak politik untuk mengakhiri penggusuran dan memberikan sertifikat tanah kepada orang-orang yang tinggal di kampung itu selama lebih dari 20 tahun.
“95 persen dari orang-orang dari kampung ini telah mendukung mereka. Tidak masalah bagi kami jika Ahok adalah Kristen dan Cina. Kami tidak pernah peduli tentang ras dan agama. Sekarang kami mendapatkan masalah ini karena Ahok sendiri. Dia adalah pengacau,” kata Dharma.
Ketika ditanya apakah ia dan warga kampungnya akan memilih Ahok di pilkada mendatang, Dharma menggeleng.
“Nol persen. Menurut akal sehat, dia membuat orang miskin menjadi lebih miskin. Hal ini telah membuat banyak orang menjadi lebih politis, termasuk saya,” katanya.
Ian Wilson, peneliti dari Murdoch University Research mengunjungi kampung Aqualirum pasca-penggusuran. Ia menyaksikan bagaiaman masyarakat kampung tersebut terguncang melihat tempat tinggalnya rata dengan tanah. Bahkan ada salah seorang warga yang kaget saat kembali dari Kalimantan untuk bekerja melihat rumahnya sudah hancur lebur.
“Ketika saya pertama kali ke sana, orang-orang terlihat memiliki tanda terkena gangguan trauma dan kerusakan psikologis yang nyata atas apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mereka. Kampung ini sepenuhnya mendukung Jokowi dan Ahok. Masalahnya bukan karena mereka rasis karena Ahok adalah Cina. Isu itu terjadi sebagai dampak dari kebijakan Ahok sendiri,” ujar Wilson
Dilansir dari republika.co.id, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memprediksi ada lebih dari 16 ribu keluarga telah kehilangan tempat tinggal dan mengungsi dalam dua tahun terkahir. Hafid Abbas dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, penggusuran paksa telah melanggar hak asasi manusia.
“Orang miskin kemungkinan tidak memiliki ruang untuk hidup dengan aman di Jakarta,” kata Hafid.