Belasan Tahun, Tasmuni Hidup dengan Kaki Seperti ini...memilukan.
Sunday, December 24, 2017
Untuk berjalan, dia harus menyeret kaki kirinya karena di bagian punggung kaki hingga betis terdapat benjolan yang membesar hingga seberat 60 kilogram. Hal itu membuat dia kesulitan berjalan dan beraktivitas seperti orang pada umumnya.
Saat ditemui di rumahnya yang sederhana, Selasa (19/12/2017), Tasmuni bercerita benjolan pertama muncul di bagian punggung kakinya seperti daging yang berisi air. Makin lama, benjolan semakin besar hingga menutupi seluruh kakinya, dari lutut hingga pergelangan kaki.
Bahkan sejak kelas empat SD, dia sudah tidak bisa lagi menggunakan sepatu ketika berangkat sekolah.
"Saya hanya lulus SD karena orangtua tidak ada biaya. Selain itu juga kakinya sakit kalau dibuat jalan," jelas anak kedua pasangan Misari dan Misati tersebut.
(Baca juga : Setiap Batuk, Tulangnya Patah, Bocah Ini Mengaku Ingin Mati Saja)
Saat usianya menginjak 14 tahun, benjolan di kakinya semakin membesar hingga sulit berjalan. Agar dagingnya tidak langsung menyentuh tanah, Tasmuni meletakkan sandal karet yang dia kaitkan pada ibu jari kaki kirinya
Tasmuni kemudian menunjukkan kondisi benjolan di kakinya yang tertutup celana kain yang dijahit sedemikian rupa di bagian bawah sehingga menutupi seluruh daging yang membesar.
"Kalau yang bagian bawah ini dipegang sudah nggak kerasa tapi kalau yang atasnya yang menggelembir ini dipegang masih terasa," katanya sambil menyingkap kain celananya.
Terlihat beberapa luka yang mengeluarkan nanah dari daging yang tumbuh di kakinya. Tasmuni menduga, luka tersebut muncul karena tergesek benda tajam saat berjalan.
"Namanya juga di bagian kaki, kadang kena kayu, batu, atau apa gitu sampai lecet. Biasanya kalau sudah luka gini saya cuci dan saya gosok saat mandi. Kadang dikasih obat yang dibawa petugas puskesmas yang rutin datang ke sini," jelasnya.
Tasmuni sudah beberapa kali ke dokter mulai puskesmas, RSUD Blambangan, hingga ke rumah sakit di Surabaya, namun tidak ada kejelasan yang pasti penyakit apa yang dia derita.
Terakhir September 2017, sebagian kecil daging di kakinya diambil sebagai sample untuk diperiksa.
"Tahun 2009 saya ke rumah sakit di Surabaya terus ke beberapa ke rumah sakit Banyuwangi tapi masih belum tau apa penyakitnya. Kanker bukan, tumor juga bukan, kaki gajah juga bukan," katanya.
Selama ini, dia hanya melakukan perawatan jalan dan mendapatkan kunjungan rutin dari petugas puskesmas terdekat.
"Saya pasrah yang penting saya sehat. Kalau mau diamputasi saya nggak mau. Biar saja kayak gini. Tapi sekarang saya merasa benjolannya ngak tambah besar tapi ya nggak tau lagi nanti," kata lajang berusia 28 tahun tersebut.
Sehari-hari, Tasmuni hanya beraktivitas di sekitar rumahnya. Ia membuat tali bambu untuk mengikat sayuran. Upah yang diperoleh dari pekerjaan itu paling banyak Rp 10.000 per hari. Jika bosan, ia pergi memancing di sungai dekat rumahnya.
"Kalau lagi kumat ya sakit banget, linu. Pernah 4 bulan cuma di kasur saja. Kadang ya bosan, capek, tapi gimana lagi cuma pasrah," ungkapnya.
Sementara itu, Misati, bapak kandung Tasmuni kepada Kompas.com mengaku sudah tidak tahu lagi harus mengobati anaknya kemana.
Bukan hanya secara medis, Tasmuni sudah beberapa kali mendapatkan pengobatan alternatif. Tapi sampai anaknya hampir berusia 30 tahun, belum ada tanda-tanda sembuh.
"Sekarang tinggal pasrah saja. Paling ya kalo luka dibersihkan. Mau berobat kemana lagi. Sudah kemana-mana ya tetap nggak sembuh," tuturnya.
"Untuk uang juga nggak punya, buat kehidupan sehari-hari saja susah. Maunya sih liat anak sama kayak yang lain, tapi sekarang yang penting dia sehat. Sudah cukup," pungkas Misati yang sehari-hari bekerja sebagai buruh.